Sejarah Perkembangan Islam di Dunia
Islam dimulai dengan ajaran Muhammad
saw., di tempat kelahirannya Mekkah; sifat-sifat yang menjadi ciri agama
baru ini dikembangkan setelah beliau pindah ke Madinah dalam tahun 622
M. Sebelumnya beliau wafat sepuluh tahun kemudian, telah jelaslah sudah
bahwa Islam bukannya semata-mata merupakan suatu badan kepercayaan agama
pribadi, akan tetapi Islam meliputi pembinaan suatu masyarakat merdeka,
dengan sistem sendiri tentang pemerintahan, hukum, dan Lembaga Generasi
Muslimin pertama, telah menginsafi bahwa Hijrah adalah satu titik
perubahan penting dalam sejarah. Merekalah yang menetapkan tahun 622 M
sebagai permulaan takwin Islam baru.
Dengan pemerintah yang kuat, cerdas, dan
satu kepercayaan yang menggelorakan semangat penganut-penganut dan
tentara-tentara dalam waktu yang tidak lama, masyarakat baru ini
menguasai seluruh Arabia Barat dan mencari dunia baru untuk ditundukkan.
Setelah sedikit kemunduran pada wafat
Muhammad saw., gelombang penaklukan bergerak dengan cepat di Arabia
bagian Utara dan Timur, berani menyerang kubu-kubu pertahanan di
perbatasan kerajaan Romawi Timur di Syirq al-Ardun dan kerajaan Persia
di Irak. Selatan. Angkatan-angkatan perang kedua kerajaan raksasa ini
–karena perang tidak henti-hentinya– telah kehabisan kekuatan,
dikalahkan satu-persatu dalam suatu rangkaian operasi cepat dan
cemerlang. Dalam waktu enam tahun sesudah Muhammad saw. wafat, seluruh
Siria dan Irak diharuskan membayar upeti kepada Madinah, dan empat tahun
kemudian Mesir digabungkan pada kerajaan Islam baru.
Kemenangan-kemenangan yang mengagumkan
tadi, mendahului kemenangan yang lebih besar lagi akan membawa orang
Arab dalam waktu kurang dari satu abad ke Maroko, Spanyol, Perancis,
pintu-pintu kota Konstantinopel, jauh ke Asia Tengah sampai ke Sungai
Indus, membuktikan sifat Islam sebagai suatu kepercayaan kuat, insaf
akan harga diri, dan jaya. Sifat ini mengakibatkan pendirian yang tidak
kenal menyerah dan memusuhi segala yang ada diluarnya, tetapi
menunjukkan toleransi, kesabaran hati yang luas dalam pelbagai
masyarakat, keseganan menuntut orang dari golongan lain, dan kebesaran
hati mereka dalam waktu kegelapan.
Pada tahun 660 M. ibu kota Kerajaan Arab
dipindahkan ke Damsyik, tempat kedudukan baru Khalifah Bani Umayah.
Sedangkan Madinah tetap merupakan pusat pelajaran agama Islam;
pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh adat-istiadat
Yunani Rumawi Timur. Tingkat pertama saling pengaruh-mempengaruhi dengan
peradaban yang lebih tua ini tidak hanya dilambangkan dengan dua buah
monumen, yang indah sekali dari zaman Bani Umayahh ialah Mesjid Raya di
Damsyik dan Mesjid Al-Aqsa di Darusalam, akan tetapi kemunculan
tiba-tiba cara aliran-aliran baru dan pendapat yang berlawanan dengan
paham resmi di “propinsi-propinsi baru.” Akibat paling akhir dari
pertumbuhan demikian ialah perpecahan antara lembaga-lembaga agama dan
duniawi dalam masyarakat Islam. Pembelahan ini merusakkan azas duniawi
Bani Umayah, dan ditambah dengan rasa ketidakpuasan para warga negara
bukan Arab, dan pecah perang saudara diantara suku, Arab, menyebabkan
jatuhnya tahun 750 M.
Dalam pada itu, perselisihan tadi
menjelaskan bahwa dalam abad yang lampau sejak wafat Muhammad saw.
kebudayaan agama Islam telah mengalami perkembangan dan konsolidasi yang
luar biasa, baik, di dalam maupun di luar Arabia. Seorang guru agama di
satu pihak menunjukkan perkembangan kebatinan pada tingkat tertinggi.
Ia menyatakan inti sari yang penting dan menghidupkan itu dengan
kepribadiannya dan keyakinannya sehingga tampak pada penganutnya sebagai
wahyu kebenaran baru..
Itulah sumbangan asasi yang menentukan
dari orang Arab terhadap kebudayaan Islam baru. Terhadap peradaban
materiil sokongan mereka sedikit. Kemajuan materiil baru mulai; dengan
cemerlang setelah Bani Abbas menggantikan Bani Umayah sebagai khalifah,
dan mendirikan ibu kotanya yang baru di Baghdad dalam tahun 762 M. Masa
pertama dari penaklukan wilayah luar Arabia telah lampau, disusul oleh
masa perluasan ke dalam. Abad kesembilan dan kesepuluh Masehi
menyaksikan puncak kemajuan peradaban Islam yang luas dan usaha-usaha
yang berhasil. Kerajinan, perdagangan, kesenian bangunan, dan beberapa
kesenian yang kurang penting, berkembang dengan subur waktu Persia,
Mesopotamia, Siria, dan Mesir, memberikan sokongan mereka dalam usaha
serentak.
Kegiatan-kegiatan baru ini menumbuhkan
kehidupan intelektual. Sedang ilmu pengetahuan agama berkembang pada
beberapa pusat baru terbesar dari Samarqand sampai ke Afrika Utara dan
Spanyol, kesusasteraan dan pikiran dengan menggunakan sumber-sumber
Yunani, Persia, dan juga India, melebar ke jurusan baru, seringkali
bebas dari tradisi Islam dan banyak sedikitnya memberontak terhadap
kepicikan dan kesempatan sistem kuno. Dengan dorongan perluasan kaki
langit alamiah, kecerdasan pikiran, keduniawian, dan kerohanian, saling
pengaruh mempengaruhi dengan hebatnya.
Sukarlah untuk menyatakan dengan singkat
usaha-usaha bidang intelektual yang bermacam-macam dalam zaman tersebut.
“Ilmu pengetahuan Islam” yang lain seperti sejarah dan ilmu bahasa,
melebar hingga meliputi sejarah duniawi dan kesusasteraan. Ilmu
kedokteran dan ilmu pasti Yunani disediakan dalam perpustakaan buku-buku
terjemahan dan dikembangkan oleh sarjana Persia dan Arab, khusus ilmu
Aljabar, ilmu ukur segitiga, dan ilmu optik (penglihatan). Ilmu bumi
–barangkali yang boleh diumpamakan barometer kebudayaan yang paling
cermat– berkembang pada seluruh cabangnya, di bidang politik, organik,
matematik, astronomik, ilmu alam, dan pesiar, meluas demikian jauh
hingga meliputi negara-negara dan peradaban bangsa yang jauh letak
kediamannya.
Ilmu pengetahuan baru tersebut, boleh
dikatakan hanya mengenai jumbai-jumbai, pinggiran kebudayaan agama,
pemasukan ilmu mantik, dan filsafat Yunani, mau tidak mau menumbuhkan
perselisihan paham yang tajam dan pahit. Pertikaian ini memuncak dalam
abad ketiga. Para pemimpin Islam melihat dasar-dasar kerohanian
dibahayakan oleh keingkaran halus dan cerdik paham rasionalisme murni.
Walaupun mereka akhirnya mengalahkan pelajaran yang berpengaruh Yunani,
ilmu filsafat selalu tetap harus dicurigai dalam pandangan para alim
ulama, biarpun ilmu tadi hanya dipelajari sebagai alat perbantahan dan
pembahasan. Lebih berbahaya ialah akibat kemenangan yaitu pertumbuhan
dalam kalangan ahli agama, semacam perasaan iri hati terhadap usaha para
intelektual yang bercorak murni keduniawian ataupun yang memberanikan
diri ke luar dari bidang pengawasan mereka.
Selain keutamaan segi intelektual dan
fungsi dalam pelajaran, syariat ialah alat yang paling luas pengaruhnya
dan paling tepat membentuk ketertiban sosial dan kehidupan masyarakat
bagi bangsa-bangsa Islam. Oleh karena lengkapnya, maka syariat memberi
tekanan yang tidak hentinya pada segala kegiatan pribadi dan sosial, dan
mewujudkan suatu ukuran-baku yang harus dianut lebih lama, meskipun ada
rintangan kebiasaan kuno dan adat-istiadat yang telah berlaku lama.
Khusus suku nomad dan suku yang diam di pegunungan, berlawanan. Tambahan
pula, syariat memberikan pernyataan praktis dalam memperjuangkan
persatuan yang menjadi ciri Islam. Hukum tadi dalam segala pokok yang
penting adalah seragam, walaupun pelbagai mazhab berbeda dalam beberapa
pasal kecil. Pertumbuhan ini disebabkan karena cita-cita sosial dan cara
hidup di seluruh dunia Islam dalam abad pertengahan menuju arah yang
sama. Syariat lebih dalam mempengaruhi kehidupan hukum Rumawi; karena
memiliki landasan agama dan ancaman hukuman Tuhan, maka syariat adalah
pengatur rohani merupakan suara hati umat Islam dalam semua segi dan
kegiatan kehidupannya.
Tugas hukum syariat ini bertambah besar
artinya waktu kehidupan politik dunia Islam lebih lama menyimpang dari
keinginan Muhammad saw. dan pengganti-pengganti beliau yaitu
pemerintahan berdasarkan ketuhanan. Keruntuhan khalifah Bani Abbas dalam
abad kesembilan dan kesepuluh Masehi membuka pintu tidak hanya bagi
kehancuran politik, tetapi juga bagi perebutan kekuasaan kerajaan oleh
pangeran-pangeran setempat dan gubernur militer, terbit dan tenggelamnya
kerajaan-kerajaan yang berumur pendek, dan berkobarlah perang saudara.
Bagaimanapun hebatnya kekuatan politik dan militer kerajaan Islam itu
telah dilemahkan, gengsi moral hukum syariat lebih dijunjung dan dapat
mengutuhkan serta mengukuhkan bentuk sosial Islam sepanjang pasang surut
nasib politik Islam.
Pada akhir, abad kesepuluh Masehi, daerah
Islam sedikit lebih luas dibandingkan pada tahun 750. Semenjak
diciptakan suatu peradaban besar, memuncak kehidupan intelektual, kaya
dan cerdas dalam bidang ekonomi, dipersatukan dengan kukuh oleh syariat
yang dihormati; seluruhnya merupakan penjelmaan kekuasaan Islam rohani
dan duniawi. Waktu kekuatan militernya berkurang, maka sebagaimana juga.
terjadi dengan kerajaan Rumawi enam abad sebelumnya, kerajaan Islam
berangsur-angsur dikuasai oleh bangsa-bangsa biadab dari luar
perbatasannya; dan juga seperti kerajaan Rumawi, mengenakan pada bangsa
biadab tadi agamanya, hukumnya, dan penghormatan terhadap peradabannya.
Bangsa-bangsa biadab itu ialah Turki yang
berasal dari Asia Tengah. Tekanan ke arah Barat membawa orang Bulgar,
Magiar, Kumari, Pecineg ke Rusia Selatan dan Eropa Timur, mendatangkan
suku-suku lain ke Iran dan lebih ke Barat, ke Irak, dan Anatolia.
Pekerjaan pengislaman telah dilakukan, waktu mereka masih diam di tempat
asalnya di Asia Tengah; oleh karena itu, kerajaan Sultan Turki yang
didirikan di Asia Barat mula-mula hanya membawakan sedikit perubahan
yang tampak ke luar dalam kehidupan rumah tangga umat Islam. Akibat
pertama adalah perluasan militer; ke arah Tenggara menuju India Utara,
ke arah Barat Laut menuju Asia Kecil. Pada waktu yang sama, jauh di
sebelah Barat, suku Berber nomad telah membawa Islam, ke tepi dunia
Afrika Negro di daerah lembah Senegal dan Niger sedang buku-buku Arab
nomad yang tidak diawasi lagi oleh kekuasaan khalifah yang terdahulu
telah merusakkan dan melengahkan pusat peradaban yang telah didirikan
oleh bangsanya sendiri sebelum di atas puing runtuhan Afrika Romawi dan
Bizantium.
.Mulai abad kesebelas Masehi, ilmu Sufi
mengerahkan kebaktian sebagian besar kegiatan kerohanian umat Islam, dan
mendirikan suatu sumber pembaharuan kepribadian yang sanggup
mempertahankan tenaga kebatinan selama abad-abad sesudahnya penuh dengan
kemerosotan politik dan perekonomian.
Para ahli Sufi, baik sebagai penyiar
perseorangan maupun (di kemudian hari) sebagai anggota dalam gabungan
tarekat merupakan pemimpin dalam tugas mengislamkan orang penyembah
berhala, yang tidak beragama, dan suku yang hanya tipis sekali
pengislamannya. Penyebaran agama berhasil ialah terbanyak oleh kawan
sebangsa sendiri dari suku-suku tersebut yang biasanya kikuk, buta
huruf, dan kasar. Merekalah yang meletakkan dasar-dasar yang
memungkinkan generasi kemudian menerima keadaban hukum syariat dan
tauhid yang lebih halus. Berkat pekerjaan mereka, maka dalam abad-abad
berikutnya, batas-batas daerah Islam dapat diperluas di Afrika, India,
dan Indonesia, melintangi Asia Tengah ke Turkestan dan Tiongkok, dan di
beberapa bagian Eropa Tenggara
.
Perkembangan yang digambarkan di muka
tadi dipercepat oleh malapetaka yang berturut-turut terjadi di Asia
Barat dalam abad ketiga belas dan keempat belas. Penyerbuan pertama kaum
Mongol penyembah berhala, membumihanguskan propinsi-propinsi bagian
Timur Laut antara 1220 dan 1225 M. Gelombang kedua yang menduduki Persia
dan Irak menamatkan khalifah Baghdad yang bersejarah dalam 1258 M, dan
memaksakan seluruh dunia Islam Timur, terkecuali Mesir, Arabia, dan
Siria, membayar upeti kepada kerajaan Mongol yang besar. Sisa-sisanya
diselamatkan oleh golongan militer terdiri dari “budak belian” Turki dan
Kipcak, kaum Mamluk, yang telah merebut kekuasaan politik di Mesir.
Di bawah pemerintahan Mamluk, peradaban
Islam yang lama langsung berkembang lebih kurang dua setengah abad dalam
bidang kesenian benda (istimewa dalam lapangan seni bangunan dan
seni-kerajinan logam), tetapi disertai kemunduran daya kerohanian dan
intelek.
Pada waktu yang sama, di daerah-daerah
kekuasaan Mongol hidup kembali suatu peradaban Islam Persia yang
cemerlang pada beberapa segi. Terutama dalam seni bina dan kesenian
halus, termasuk seni lukis dalam bentuk yang sangat kecil (miniatur);
kebudayaan tersebut berakar dalam kerohanian Sufi. Meskipun kedatangan
dua kali “Maut Hitam” dan mengalami serbuan Timur Lenk dalam abad
keempat belas yang menghancurleburkan Persia, namun kebudayaan Persia
mampu memberikan ragam kepada kehidupan intelektual dari
kerajaan-kerajaan Islam baru, –yang dilahirkan pada kedua sisinya– di
Anatolia, Balkan, dan India.
Perluasan kerajaan Dinasti Osman di Asia
dan Afrika Utara serta pembentukan kerajaan Mughal di India dalam abad
keenam belas membawa sebagian besar dunia Islam kebawah pengawasan
pemerintahan negara keduniawian yang kuat, memusatkan kekuasaannya yang
besar. Ciri khas kedua kerajaan tadi ialah menitikberatkan pada
pandangan ahli sunah waljamaah dan hukum syariat. Urusan agama dan
urusan ketatanegaraan tidak dipersatukan karena kebijaksanaan militer
dan sipil disusun menurut garis tidak Islam yang bebas, tetapi dapat
saling menyokong akibat suatu persetujuan yang berlangsung hingga abad
kesembilan belas.
Diantara dua saluran kehidupan agama
Islam tersebut, saluran Sufilah yang lebih lebar dan dalam. Abad ketujuh
belas dan permulaan abad kedelapan belas menyaksikan puncak tertinggi
tarekat Sufi. Tarekat-tarekat besar menyebarkan suatu jalinan
perhimpunan-perhimpunan dari mula hingga akhir dunia Islam, sedang
perkumpulan-perkumpulan setempat dan cabang-cabangnya menggabungkan
anggota pelbagai golongan dan kejuruan jadi umat yang bersatu padu.
Selain itu, kebudayaan Islam dalam dua kerajaan tersebut yang hanya
hidup atas warisan zaman silam, dapat memelihara, akan tetapi jarang
dapat menambah kekayaan warisan intelektual tersebut. Tokoh-tokohnya
berpendapat bahwa kewajibannya pertama ialah bukan hanya memperluas,
akan tetapi memelihara, menyatukan, dan menyesuaikan kehidupan sosial
atas sendi-sendi nilai Islam. Dalam batas-batas tersebut kadar persatuan
yang telah mereka capai, dan ketertiban sosial yang dapat dilangsungkan
memang menarik perhatian.
Persatuan itu merupakan suatu kekecualian
yang menyolok mata. Dalam permulaan abad keenam belas, suatu kerajaan
baru yang disokong oleh suku Turki dan Adzerbaijan menaklukan Persia dan
menghidupkan kembali Syiah yang telah mengalami kemunduran, dan
meresmikan Syiah sebagai agama resmi Persia. Selama peperangan dengan
Dinasti Osman, orang Turki dari Asia Tengah, dan orang Mughal, yang
semuanya ahli sunah waljamaah, Syiah dijadikan ciri perasaan nasional
Persia. Akibat perpecahan antara Persia dan tetangganya penting buat
semuanya. Umat Islam selanjutnya dipecah menjadi dua golongan yang
terpisah, dan hubungan kebudayaan antara dua golongan tadi, sejak itu
meskipun tidak diputuskan seluruhnya hanya dapat dilakukan serba sedikit
saja. Persia terpaksa terpencil dalam urusan politik dan agamanya
mencukupi kebutuhannya sendiri, yang akhirnya memiskinkan kehidupan
rohani dan budaya mereka. Lebih-lebih pula waktu kekuatan politiknya
mundur, orang suku Afghan dalam abad kedelapan belas melepaskan hubungan
dan mendirikan suatu negara sunah merdeka.
Di Afrika Barat Daya adanya perasaan
kesukuan diantara kedua pihak, orang Arab dan Berber, menukarkan
kegiatan kebudayaan. Aliran ortodoks dan tarekat Sufi, keduanya
dipengaruhi pemujaan orang-orang suci, wali yang masih hidup setempat
(“marabout”). Di Tunisia dan di beberapa kota lain, sebagian warisan
kebudayaan Spanyol Arab tetap dilanjutkan, bahkan waktu Tunisia dan
Aljazair merupakan wilayah bajak laut, setengah jajahan kerajaan Dinasti
Osman. Di Maroko di bawah sultan-sultan (yang dapat menyelamatkan
kedaulatannya hingga 1912), bahkan di Sahara Barat di bawah kepala
suku-suku yang lebih kecil, pelajaran ahli sunah yang lazim dilanjutkan,
dan diperkuat oleh pengaruh yang datang dari daerah Timur.
Di kepulauan Melayu sendiri, Islam telah
beroleh tumpuan di Sumatera dan Jawa, oleh pedagang-pedagang dalam abad
ketiga belas dan keempat belas. Agama Islam lambat laun membiak,
sebagian hasil tindakan panglima militer, tetapi lebih cepat dengan
jalan perembesan damai, khusus di Jawa. Dari Sumatera, Islam dibawa oleh
para perantau ke Semenanjung Malaya; juga dari Pulau Jawa ke Maluku.
Sejak itu agama tersebut mendapat kedudukan yang lebih kuat di seluruh
kepulauan di bagian Timur hingga ke Pulau Sulu, Mindanao, dan Filipina.
Penyebaran Islam di Tiongkok hingga kini
masih terselubung dalam kegelapan. Kelompok muslimin dalam jumlah agak
besar, yang pertama menetap di sana –barangkali dalam zaman kerajaan
Mongol– dalam abad ketiga belas dan keempat belas. Jumlahnya bertambah
besar di bawah pemerintah Mancu, biarpun ada perasaan permusuhan
setempat karena pemberontakan (kadang-kadang hebat) yang dilakukan oleh
kaum muslimin. Tetapi, hingga kini tidak mungkin menaksirkan jumlahnya.
Hasil bersih dari perluasan selama tiga
belas abad ialah Islam sekarang merupakan agama yang terutama dalam
lingkungan daerah luas yang meliputi Afrika Utara, Asia Barat, hingga
bukit Pamir, kemudian ke Timur meliputi Asia Tengah hingga
Tiongkok, dan ke Selatan ke Pakistan. Di
India hanya tinggal sepersepuluh penduduk yang beragama Islam. Di
Semenanjung Malaya, Islam unggul lagi melewati Indonesia hingga berakhir
di Filipina. Di pantai Barat Lautan India, Islam memanjang ke selatan
sebagai lajur yang sempit dari pantai Afrika hingga Zanzibar dan
Tanganyika dengan beberapa kelompok hingga masuk ke Uni Afrika Selatan.
Di Eropa, kelompok-kelompok muslimin terdapat di sebagian besar negara
Balkan dan Rusia Selatan. Di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Islam
diwakili oleh kelompok imigran dari Timur Tengah.
Semua agama besar di dunia, maka Islam
–sebelumnya perluasan kegiatan misi Kristen dalam abad kesembilan belas–
meliputi jumlah bangsa yang terbanyak. Asal mulanya di tengah-tengah
orang Arab dan bangsa Semit lain, kemudian Islam berkembang diantara
orang Iran, Kaukasus, orang kulit putih Laut Tengah, Slavia, Turki,
Tartar, Tionghoa, India, Indonesia, Bantu, dan Negro dari Afrika Barat.
Jumlah terbesar sekarang ialah muslimin dari Pakistan dan India sebanyak
100.000.000.
Disusul oleh orang Melayu dan Indonesia
sebanyak 70.000.000. Orang Arab dan bangsa-bangsa yang berbahasa Arab
menyusul dekat dengan 20.000.000. Muslimin di Asia Barat, 24.000.000,
Afghanistan kira-kira 12.000.000, dan Turki (walaupun Islam bukan agama
resmi, masih tetap merupakan agama rakyat) 20.000.000. Jumlah masyarakat
Islam di daerah Asia, Uni Sovyet, di Turkestan Tiongkok, dan di
Tiongkok sendiri sukar ditaksir, tetapi jumlahnya sekurang-kurangnya
30.000.000. Jumlah muslimin di Afrika Negro dan Afrika Timur hanya dapat
ditaksir dengan kasar 24.000.000. Akhirnya, kaum muslimin di Balkan dan
di Rusia Selatan berjumlah kurang lebih 3.000.000. Oleh karena itu,
Islam dapat menuntut memiliki penganut 350.000.000, atau kira-kira
sepertujuh dari taksiran seluruh jumlah penduduk dunia.
Islam di Amerika Serikat Tiap Hari Bertambah Satu Mualaf
”Alhamdulillah kondisi umat Islam di
Amerika Serikat baik-baik saja. Umat Islam terus bertambah banyak di
Amerika Serikat, baik sebelum maupun sebelum peristiwa 11 September,”
kata Mohammad Kudaimi, angota Nawawi Fondation, sebuah lembaga
pendidikan yang berbasis di Chicago, Amerika Serikat. Ia bertutur kepada
Republika di sela-sela kunjungannya ke Pesantren Khusus Yatim
As-Syafi’iyah, Jatiwaringin Bekasi, Jawa Barat, awal bulan ini.
Pria keturunan Syria yang sudah menetap
di AS selama lebih dari 25 tahun itu kini menjadi warga negara AS. Lima
tahun belakangan ini, ia aktif di yayasan itu. Mengutip sebuah koran
yang terbit di AS, ia menyebut Islam merupakan agama yang paling cepat
perkembangannya di Amerika Serikat. bahkan, ia sedikit meralat
redaksional tulisan itu. ”Mestinya juga ditambahkan, setiap harinya di
AS, selalu ada warga negara Amerika yang memeluk Islam,” ujarnya.
Apa yang diungkapkannya, kata dia, adalah
fakta sesungguhnya yang terjadi di AS. Lembaganya turut membantu para
mualaf mengikrarkan syahadat dan membantu mereka memahami Islam dengan
lebih baik. Bagi Kudaimi, sulit untuk memahami fenomena kontradiktif
ini.
Sumber : http://3gplus.wordpress.com/2008/04/21/sejarah-perkembangan-islam-di-dunia/
0 Response to "Sejarah Perkembangan Islam di Dunia"
Posting Komentar